MANAJEMEN KONFLIK DALAM SEKOLAH



A.    Definisi Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Sementara Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980: 220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat kreatif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representative dan ideal.

B.     Teori-teori Konflik
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
1.    Teori Hubungan Masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.

2.    Teori Kebutuhan Manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak dipenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.

3.    Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk Memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
 
4.    Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.

5.    Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam acara-acara komunikasi berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

6.    Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

C.    Kebijakan Impelementasi Manajemen Konflik di Sekolah
Implementasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya, menyebutkan bahwa memiliki empat pendekatan dalam melakukan implementasi manajemen konflik dalam bidang pendidikan yaitu:
a.    Proses Curriculum
Yaitu dalam menyusun kurikulum selalu melibatkan seluruh elemen yang berkepentingan. Di samping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk guru dan kalau memungkinkan selalu melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu melakukan follow up terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.

b.   Mediation Program
Yaitu menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalan-persoalan di sekolah. Di samping menyiapkan modul untuk para guru.

c.    Peaceable Classroom
Yaitu semua guru yang mengajarkan di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan sesama guru dan pihak manajemen sekolah. Di samping memberi pemahaman kepada siswa sebagai peace maker.

d.   Peaceable School
Yaitu menerapkan manajemen konflik di sekolah secara komprehensif dalam sistem pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses pembelajaran untuk siswa, guru, dan masyarakat. Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi tentang konflik dan masyarakat harus punya inisiatif untuk pemahaman (Donna Crawford dan Richard Bodine, 1996).

D.    Dampak Konflik yang Positif dan Negatif
a.    Dampak Positif dari Konflik
1)Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul ke permukaan, sehingga sekolah sebagai suatu organisasi dapat melakukan penyesuaian.
2)Mendinamiskan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.

b.    Dampak Negatif dari Sekolah
Menimbulkan perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi dan bahkan menimbulkan ketegangan.
Menimbulkan perpecahan dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf dari program sekolah.
Jadi, yang terpenting bagi kepala sekolah bukan mengelak terhadap adanya konflik, tetapi mengelolanya agar dapat mendorong sekolah menjadi dinamis dan konflik tidak melampaui titik patah yang mengakibatkan terhambatnya program sekolah.

E.     Strategi Menyelesaikan Konflik
Ada empat strategi untuk menyelesaikan konflik yang efektif di sekolah, yaitu: (a) teknik konfrontasi, (b) menggunakan gaya tertentu, (c) perbaikan praktik organisasi, dan (d) perubahan peran dan struktur organisasi.

a.    Teknik konfrontasi digunakan jika diinginkan penyelesaian yang sama menguntungkan (win-win). Pendapat/konsep yang menyebabkan konflik didiskusikan untuk mendapatkan solusinya. Untuk itu dapat digunakan teknik bargaining (negosiasi), dengan bantuan mediasi pihak ketiga, atau menggunakan keputusan integratif.
b.    Gaya penyelesaian tertentu diharapkan jika diinginkan penyelesaian secara alamiah. Pada pokoknya konflik dibiarkan sehingga terjadi penyelesaian mengikuti lima kecenderungan.
c.    Perbaikan praktik organisasi diterapkan jika dari evaluasi ditemukan bahwa konflik terjadi akibat praktik organisasi sekolah yang kurang tepat. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah, antara lain: perbaikan tujuan/sub tujuan sekolah, klarifikasi tugas/wewenang setiap personel, penyempurnaan kebijakan, rotasi personel, dan melakukan pelatihan jika memang diperlukan.
d.   Perubahan struktur organisasi diterapkan jika konflik diakibatkan oleh struktur organisasi yang kurang baik (bukan sekedar praktiknya yang salah).

F.     Tahapan dalam Mengelola Konflik
Ada tiga tahapan dalam mengelola konflik, yaitu:
a.       Perencanaan analisis konflik. Pada tahap ini dilakukan identifikasi konflik yang terjadi, untuk menentukan sumber penyebab dan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Jika konflik sudah dalam tahap terbuka akan dapat mudah dikenal, tetapi jika masih dalam tahap potensi (tersembunyi) perlu diberi stimulus akan menjadi terbuka dan dapat dikenal.
b.      Evaluasi konflik. Pada tahap ini dilakukan evaluasi apakah konflik tersebut sudah mendekati titik patah, sehingga perlu diredam agar tidak menimbulkan dampak negatif. Atau konflik tersebut masih berada ada sekitar titik kritis yang justru menimbulkan dampak positif. Atau justru baru dalam tahap tersembunyi, sehingga perlu diberi stimulus agar mendekati titik kritis dan memberikan dampak positif.
c.       Memecahkan konflik. Pada tahap ini kepala sekolah mengambil tindakan untuk mengatasi konflik yang terjadi, termasuk memberi stimulus jika memang konflik masih dalam tahap tersembunyi dan perlu dibuka.

A.    Kesimpulan
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Pada prinsipnya, konflik yang timbul dalam penyelenggaraan satuan pendidikan adalah sebagai suatu yang wajar dan dominan. Selain itu, konflik merupakan dinamisator organisasi. Pandanglah bahwa organisasi tanpa konflik bermakna diam, statis, dan tidak mencapai kemajuan yang diharapkan. Implementasi manajemen konflik dan pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Konflik sebenarnya sesuatu ilmiah, yang dalam batas tertentu dapat bernilai positif.

B.     Saran
Pimpinan satuan pendidikan harus memiliki kekuatan dan otoritas sebagai pimpinan pendidikan. Ia harus dapat mendayagunakan kekuatan yang ada pada dirinya dan mampu memanfaatkan otoritas yang ada pada dirinya untuk mengarahkan sikap dan perilaku bawahan. Dengan demikian konflik yang ada harus dikoordinir agar dinamika yang terjadi benar-benar dapat menjadi sesuatu yang positif untuk menghasilkan perubahan sekaligus mendukung perkembangan dan pencapaian tujuan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Hendyat Soetoyo dan Achmad Supriyanto. 1997. Manajemen Konflik. Bahan Pelatihan Kepala Sekolah. Jakarta: Dit. Dikmenum.

Master Broek, Willen. 1987. Conflict Management and Organization Development. Chichester: John Wiley & Sons.
»» BACA SELANJUTNYA...

KURIKULUM PENDIDIKAN

1      Pengertian Kurikulum
Secara harfiah Istilah kurikulum berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata curir yang berarti “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”, sehingga kurikulum diartikan jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Bedasarkan makna tersebut, pada awalnya kurikulum dalam dunia pendidikan diartikan sebagai kumpulan mata pelajaran yang harus ditempuh para peserta didik guna memperoleh ijazah atau menyelesaikan pendidikan
. Dalam perkembangan berikutnya pengertian kurikulum menjadi sempit karena menekankan 2 hal pokok yakni: a) isi kurikulum berupa mata pelajaran, dan b) tujuan kurikulum pendidikan diberikan agar anak didik menguasai mata pelajaran tadi yang disimbolkan dalam bentuk sertifikat[1]
Kurikulum dalam arti luas adalah serangkaian program pendidikan yang diperlukan dalam sebuah lembaga pendikan, baik yang nyata (the riil curriculum) maupun yang tidak nyata ( the hidden curriculum). Rangkaian muatan kurikulum sebagai program pendidikan biasanya menyangkut tujuan, isi/materi, metode, sarana, pendidik dan lain sebagainya. Dalam bagian ini akan dijelaskan isi materi dalam kurikulum pendidikan Islam, sebagai mata pelajaran yang diajarkan dalam proses pendidikan Islam.[2]
Sedangkan definisi kurikulum menurut istilah dari para pendapat yang berbeda . Diantaranya :
1.      Prof. H. M. Arifin, M.Ed,  yaitu memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses pendidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan.
Ada juga yang berpendapat bahwa kurikulum adalah sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Selain definisi-definisi tersebut ada juga yang mengartikan kurikulum sebagai 'sejumlah pengalaman pedidikan, kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian baik yang berada di dalam maupun di luar kelas yang dikelola sekolah'.
2.      Hasan Langgulung, Berpendapat bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, social, olahraga, dan kesenian yang disediakan sekolah bagi muridnya didalam dan diluar sekolah dengan maksud menolongnya berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan[3].
Jika sebelumnya (pendidikan) hanya terbatas pada kegiatan pengajaran yang dilakukan di ruang kelas, maka pada perkembangan berikutnya pendidikan dapat pula memanfaatkan berbagai sumber pengajaran yang terdapat di luar kelas, seperti perpustakaan, musium, pameran, majalah, surat kabar, siaran televisi, radio, pabrik dan sebagainya.
Dengan cara ini para mahasiswa dapat terus mengikuti perkembangan kemajuan Ilmu pengetahuan, teknologi kebudayaan dan lainnya yang terjadi diluar sekolah.
Karena tujuan pembentukan kurikulum adalah pencapaian sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu, maka secara otomatis materi kurikulum yang diberikan akan selalu mengalami perubahan dari masa kemasa. Bahkan untuk setiap bangsa yang mempunyai tujuan pendidikan yang berbeda, akan memiliki kurikulum yang berbeda pula.
Kurikulum juga merupakan ringkasan berbagai materi, pengetahuan dan problematic yang harus kita selenggarakan sebagai upaya mempengaruhi siswa dalam tingkah laku dan aktivitasnya. Untuk Pendidikan Islam kurikulum yang diformulasikannyapun harus mangacu pada dasar pemikiran yang islami, serta diarahkan pada tujuan pendidikan yang dilandasi oleh kaidah-kaidah yang berbasis islam.
3.      Menurut Omar mohammad al-Syaibani,  pendidikan islam memandang kurikulum sebagai  “alat mendidik generasi muda dengan baik, menolong mereka untuk mengembangkan keinginan-keinginan, bakat dan ketrampilan yang beragam serta mempersiapkan mereka untuk menjadi manusia yang berguna di muka bumi”.  Sedangkan
4.      Jalaludin dan Usmani Said,  mengatakan kurikulum pendidikan islam seharusnya berisi tentang materi untuk pendidikan seumur hidup, sebagai realisasi tuntunan nabi. Dapat disimpulkan bahwa inti materi kurikulum pendidikan islam adalah bahan-bahan, aktifitas dan pengalaman yang mengandung unsur katauhidan.
Adapun kurikulum atau materi menurut beberapa Ulama’ Al:
1.      Menurut al-Ghazali, materi pendidikan Islam itu menyangkut dua hal,yaitu materi tentang syariat dan ilmu yang non-syariat.
Ilmu syariat dibagai menjadi
a.       Ilmu Ushul, yang meliputi ilmu al-Qur;an, sunnah Nabi, pendapat Shahabat dan Ijma’.
b.      Ilmu Pengantar,meliputi ; ilmu bahasadan gramatika.
c.       Ilmu Furu’, meliputi ; fiqh, ilmu hal ihwal,hati dan akhlak.
d.      Ilmu Pelengkap,meliputi ; qiraat, makhrij huruf, ilmu tafsir, nasikh dan mansukh, lafadz umum-khusus, dan biografi sejarah sahabat.
Ilmu non-Syariat dibagi menjadi ;
a.       Ilmu yang terpuji, seperti,seperti kedokteran , berhitung, ekonomi pertanian, ekonomi pertenunan, ekonomi pembangunan, dan politik.
b.      Ilmu yang diperbolehkan, meliputi,meliputi ; kebudayaan ,sastra, sejarah, dan puisi.
c.       Ilmu yang tercela, meliputi ; ilmu tenun, sihir, dan bagian tertentu darifilsafat (Jalaluddin dan Usman Said, 1994:142)
2.      Ibnu Kholdun, menjelaskan bahwa materi yang diajarkan dalam dunia pendidikan dikempokkan menjadi 3 macam, yaitu:   
1.      Kebahasaan, meliputi ; gramatika dan sastra puisi.
2.      Materi yang diambil dari sumber ajaran Islam (kitab suci), meliputi al-Qur’an, ulum al-Hadis, Ushul Fiqh, Fiqh, Ilmu kalam, Ilmu Tasawuf, Ilmu Ta’bir al-Ra’yu.
3.      Materi yang diambil dari hasil berpikir manusia melalui indra dan akalnya,meliputi ; Logika (mantiq), fisika, metafisika, matematika (Aritmatika, aljabar, geografi, ilmu musik, astronomi dan ilmu nujum) (Ramayulis dan Nizar,2005:22-23).
3.      Hasan al-Bana merinci materi Pendidikan Islam itu adalah materi yang sejak zaman Rasulullah telah diaarka, yaitu:
1.      Akidah ; materi ini dianggap sebagai materi utama dalam Pendidikan Islam, yang dapat menjadi motor penggerak jiwa manusia untuk menjalankan amalan yang lainnya.
2.       Ibadah; materi ini merupakan tema sentral dalam al-Qur’an dan harus dipelajari untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.       Akhlak ; materi ini sebagai upaya membentengi manusia/peserta didik dari dekadensi moral manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peserta didik harus dibentengi dengan materi sehingga selalu dalam kesucian.
4.      Ijtihad ; materi ini diwajibkan sebagai sarana untuk meperjuangkan Islam dalam menghadapi pengaruh imperialisme Barat, dismping itu jihat dalam arti luasadalah  termasuk melawan hawa nafsudan melawan setan.
5.      Jasmani ; materi ini untuk menumbuhkan kesehatan badan atau fisik manusia/peserta didik,karena aspek kesehatan fisik sangat berpengaruh terhadap jiwa dan akal. (Ramayulis & Nizar,2005: 96-97)
Pengertian kurikulum dalam pendidikan islam dalam kamus arab yakni “manhaj” bermakna jalan yang  terang, atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya[4]
Dalam suatu bidang pendidikan yang akan dibicarakan adalah kurikulum “manhaj” yang dimaksud adalah sebagai jalan terang yang dilakukan oleh para pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mereka.
Kurikulum dalam pengertian sempit itu terbatas pada pengetahuan-pengetahuan yang dikemukakan oleh guru, sekolah-sekolah. Dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab sekolah tradisional yang tertentu dari berbagi buku peninggalan, yang lama kelamaan akan di kaji oleh para peserta didik dalam tiap tahap pendidikannya. [5]
Kurikulum, pada sebagian besar dunia islam pada periode terakhir dalam sejarahnya sebelum berkenalan dengan konsep pendidikan modern, terdiri dari beberapa buku tradisional, pada setiap cabang ilmu atau seni yang ingin dikaji yang bertahap-tahap kesukarannya dan luasnya sesuai tahap pelajaran murid-murid. Kurikulum adalah termasuk aspek-aspek utama dalam proses pendidikan yang mendapat kecaman keras dan ditunjukkan cela dan aspek-aspek kekurangannya dan ingin dikembangkan, diperbaiki dan dirubah konsepnya.
Dari berbagai macam pendapat yang telah diuraikan diatas, pada dasarnya kurikulum pendidikan islam harus mempunyai makna:
a) Progam atau rencana suatu pembelajaran yang akan dituangkan dalam garis besar pengajara sebaiknya merangkum dimensi-dimensi duniawi dan ukhrawi, serta fisik material dan moral.
b) pengalaman pembelajaran berupa kegiatan nyata dalam interaksi dan proses pembelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah, dengan tanggung jawab penyelenggara pendidikan dalam rangka pertumbuhan dam perkembangan individu peserta didik menuju kedewasaan sesuai ajaran islam.[6]
Kurikulum adalah termasuk aspek-aspek utama dalam proses pendidikan yang mendapat kecaman keras dan ditunjukkan cacat-cacat dan aspek-aspek kekurangannya dan ingin dikembangkan, diperbaiki dan diubah konsepnya.
Diantara kecaman-kecaman yang dilontarkan kepada kurikulum tradisional dan celaan-celaan dan segi-segi kelemahan yang ditunjukkan adalah:
·         Sempitnya pengertiannya dan tidak memasukkan segala pengalaman yang diperoleh oleh pelajar dan jenis-jenis aktifitas yang dikerjakannya dibawah kelolaan sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesuai.
·         Pusat perhatian padanya adalah matapelajaran, pengetahuan teori dan hafalan. Adapun segi amali dalam pelajaran dilupakan sama sekali pada hal mengandung kepentinggan yang maha besar.
·         Dia memusatkan perhatian pada mengaji yang telah lampau dan berusaha menyiapkan murid-murid bagi masa depan berdasar pada suasana lampau yang diharapkan oleh masa sekarang.
·         Tidak adanya kesesuaian kandungan-kandungannya dalam banyak hal, dengan kesediaan -kesediaan pelajar-pelajar, kecakapan khusus dan minat, keinginan, dan kebutuhan-kebutuhannya sehari-hari.
·         Dia tidak bisa membedakan antara pelajar dengan yang lain.dan tidak mengakui perbedaan orang-orang pada kemampuan.
Ia memecahkan pengetahuan dan fakta-fakta yang dikandungnya kedalam berbagai ilmu atau matapelajaran yang berbeda.[7]
2      Komponen Kurikulum
1.      Tujuan Kurikulum
Kurikulum merupakan suautu program untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui sekolah yang bersangkutan. Ada jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum suatu sekolah.
a.       Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan. Tujuan ini biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilann dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki murid-siswa setelah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.
b.      Tujuan yang ingin dicapapi dalam setiap bidang studi. Tujuan ini biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilann dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki murid-siswa setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu.

2.      Isi Kurikulum
a.       Jenis-jenis bidang studi yang diajarkan. Jenis-jenis tersebut dapat digolongkan ke dalam isi kurikulum dan ditetapkan atas dasar tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah yang bersangkutan, yaitu tujuan institusional
b.      Isi program setiap bidang studi. Bahan pengajaran dari setiap bidang studi termasuk ke dalam pengertian isi kurikulum, yang biasanya diuraikan dalam bentuk pokok bahasan (topik) yang dilengkapi dengan sup pokok bahasan
Bahan pengajaran ini ditetapkan atas dasar tujuan-tujuan kulikuler dan tujuan instruksional
3.      Organisasi/Strategi
Struktur (susunan) program suatu kurikulum mengenal apa yang disebut Stuktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur horizontal suatu kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum itu diorganisasikan dalam bentuk :
a.       Mata-mata pelajaran secara terpisah (separate subject); atau
b.      Kelompok-kelompok suatu pelajaran yang disebut dengan bidang study (broadfields); atau
c.       Kesatuan program tanpa mengenal mata pelajaran maupun bidang study (integrated program).
Selanjutnya, dalam struktur horizontal ini tercakup pula jenis-jenis program, yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Sedangkan struktur vertikal suatu kuirikulum berkeanaan apakah kurikulum tersebut dilaksanakan melalui :
a)      Sistem kelas, di mana kenaikan kelas diadakan di setiap tahun secara serempak; atau
b)      Sistem tanpa kelas, di mana perpindahan dari suatu tingkat program ke tingkat program yang berikutnya dapat dilakukan pada setiap waktu tanpa menunggu teman-teman yang lain; atau
c)      Kombinasi antara sistem kelas dan tanpa kelas
Selanjutnya, dalam struktur program ini tercakup pula sistem unit waktu yang digunakan, misalnya apakah sistem semester ataukah catur wulan. Akhirnya, struktur program ini menyangkut pula masalah penjadwalan dan pembagian waktu untuk masing-masing bidang study atau isi kurikulum pada setiap tingkat atau kelas.
Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, cara di dalam mengadakan penilaian, cara di dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara di dalam mengatur kegiatan sekolah secara keseluruan, cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup cara yang berlaku secara umum maupun cara yang berlaku dalam menyajikan setiap bidang study, termasuk metoda mangajar dan alat pelajaran yang digunakan.

3      Prinsip-Prinsip Yang Melandasi Kurikulum
1. Prinsip Fleksibilitas Program
Dalam prinsip ini metode-metode yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelajaran dan kematangan siswa, misalnya seorang guru mengajar melalui contoh tertentu, maka contoh itu hendaknya pernah diketahui, dialami, dirasakan oleh siswa, dengan kata lain contoh yang terdapat dalam kehidupan anak sehari-hari. Fleksibel di sisni juga berarti fleksibel dalam memilih dalam memilih program pendidikan, fleksibel dalam mengembangkan program pengajaran dan pengembangan kurikulum
2. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan
Prinsip ini menghendaki bahwa dalam pembentukan kurikulum harus berorientasi pada tujuan, dalam hal ini adalah mencetak akan didik menjadi pribadi atau individu yang memiliki wawasan yang luas baik yang berbasis umum maupun yang berbasis agama.
3. Prinsip Efisien dan Efektivitas
Dalam prinsip ini, pembentukan kurikulum didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan atas kemampuan dan daya tahan siswa dalam menerima pelajaran, waktu yang digunakan untuk mendidk harus dimanfaatkan seoptimal mungkin berdasarkan efesiensi waktu dan efektifitas pembelajaran
4. Prinsip Kontinuitas
Dalam GBHN telah dinyatakan pendidkan itu berlangsung seumur hidup, oleh karena itu penyusunan kurikulum harus kontinu dan selalu diingat hubungan yang bersifat hierarkis yang fungsional harus mendapatkan perhatian untuk ketiga tingkatan sekolah (ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah) lebih-lebih bidang study yang menganut pendekatan spiritual seperti agama dan pengetahuan sosial, perluasan serta pengalaman dari suatu pokok bahasan disusun dalam satu rencana dan sistematis. Menurut Zakiah Darajat dalam bukunya yang lain, selain keempat prinsip tersebut masih ada dua prinsip lainnya yaitu :
1.      Prinsip Relevansi, Istilah relevansi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai kesesuaian dan keserasian pendidikan dengan tuntutan kehidupan. Yang dimaksud dengan tuntutan kehidupan di sini adalah relevansi pendidikan dalam lingkungan hidup murid, relevansi dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang, dan relevansi dengan tuntutan dalam dunia pekerjaan.
2.      Prinsip Kesinambungan, Yang dimaksud dengan kesinambungan adalah saling hubungan atau jalin menjalin antara berbagai tingkat dan jenis program pendidikan. Yaitu kesinambungan antara berbagai tingkat sekolah dan kesinambungan antara berbagai bidang study
4      Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan nasional. Kurikulum berfungsi sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai kemampuan dan hasil belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Kurikulum dalam pendidikan islam sendiri, memilki corak yang berbeda yang membedakannya dengan kurikulum pendidikan yang lain menjadi cirinya sendiri. Omar Muhammad At-toumy as-Syaibani menyebutkan bahwa ada lima ciri pendidikan islam. Kelima ciri tersebut secara ringkas sebagai berikut:
1.      Menonjolnya tujuan agama dan akhlaq pada berbagai tujuan-tujuan dan kandungan, metode-metode dan alat-alat yang bercorak agama. Segala yang diajarkan dan diamalkan dalam lingkungan berdasarkan al-qur’an, as-sunnah dan juga peninggalan-peninggalan orang shaleh
2.      Meluasnya perhatiannya dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya. Kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajaran-ajarannya adalah kurikulum yang luas, menyeluruh dan memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, social dan spiritual.
3.      Ciri-ciri keseimbangan yang relatif diantara kandungan-kandungan kurikulum dari ilmu-ilmu dan seni, atau kegiatan pengalaman-pengalaman yang bermacam-macam. Kurikulum dalam pendidikan islam sebagaimana ia terkenal dengan menyeluruhnya perhatian, dan juga menaruh perhatian untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh dan juga saling lengkap-melengkapi.
4.      Ciri yang keempat adalah kecenderungan pada seni, aktifitas jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, latiha bahasa asing, sekalipun atas dasar perseorangan atau bagi mereka yang memiliki bakat. Sebenarnya cirri-ciri ini tidak membawa perkara baru, tetapi hanaya menguatkan dua ciri yang lalu yaitu ciri-ciri menyeluruh dan keseimbangan.
5.      Ciri yang kelima adalah keterkaitan antara kurikulum dalam pendidikan islam dengan kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan minat, kemampuan kebutuhandab perbedaan-perbadaan perseorangan dengan mereka. Dan juga keterkaitan dengan alam sekitar budaya dan social dimana sebuah kurikulum itu dilaksanakan.
Dapat disimpulkan ciri-ciri yang harus dimiliki kurikulum pendidikan menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani (1979) yaitu: menonjolkan tujuan agama dan akhlaq pada tujuan landungan kurikulum dan metode, kandungan dan cakupannya harus luas dan menyeluruh sehingga mencerminkan semangat, berkesinambungan antara ilmu pengetahuan yang dikembangan, bersikap menyeluruh dalam mengatur mata pelajaran yang diperlukan para peserta didik, slalu disesuaikan dengan bakatdan minat peserta didik.

5      Dasar Umum Yang Menjadi Landasan Kurikulum Pendidikan Islam
a) Agama
Mengenai dasar yang pertama ini, maka segala sistem yang ada dalam kehidupan masyarakat termasuk sistem pendidikan harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada agama Islam atau syariat Islam dalam segala aspeknya[8]. Sedangkan segala sember dari semuanya adalah Kitab Allah dan Sunnah Nabi SAW. Setelah kedua sumber ini maka barulah muncul beberapa sumber yang lainnya yang berlandasan pada keduanya, baik itu menguraikan apa yang terkandung didalamnya atau memperluas hokum-hukum furu’ dari dasar-dasar dan hukum-hukum umum yang terkandung pada keduanya.
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan-tujuan ini, maka kurikulum dalam pendidikan islam itu harus menyeluruh kandungan-kandungannya, melebihi ilmu-ilmu agama dan alat-akatnya. Dari uraian tersebut kurikulum pandidikan islam harus mengandung segala ilmu yang bermanfaat dalam agama dan dunia. Islam tidak menghalangi seseorang untuk mempelajari ilmu manapun yang itu berguna, selama kajian itu diterapkan dalam dalam akidah dan akhlak.
b) Falsafah
Suatu sistem yang mempunyai watak yang berdiri sendiri dan ciri-ciri yang khas yang memperoleh wujudnya dari wahyu Tuhan, bimbingan Nabi yang utama, dan peninggalan pemikiran Islam yang benar disepanjang zaman dan waktu.
c)  Psikologis
Disamping dua dasar kurikulum pendidikan islam itu, adala lagi dasar ketiga yang sangat berkaitan dengan perkembangan peserta didik, kematangan bakat-bakat, intelek tual, emosi, kebutuhan-kebutuhan, keinginan dan minat, kecakapan yang bermacam-macam, dan pemikiran merekan yaitu dasar psikologis. Semua itu tidak diabaikan oleh kurikulum pendidikan Islam dan metode-metode pengajaran. Bukan hanya itu, para pendidik selalu mengajak dan menghargai hal itu dalam menentukan kurikulum pendidikan Islam yang sesuai dengan peserta didik.Sedangkan dalam kurikulum pedidikan Islam sendiri, juga mengajak dan menggalakkan dalam membantu perkembangan peserta didik yang sesuai dengan kematangan dan bakatnya masing-masing.
Dalam pemikirn Islam tidak melarang mendalami dan mengkaji psikologi ini pada peserta didik dinegeri Islam mapun, selagi sesui dengan pertimbangan-pertimbangan dan tujuan-tujuan kurikulum, kandungannya, serta susunan dan pelaksanaannya.
d) Sosial
Social juga menjadi dasar utama dalam kurikulum pendidikan Islam yang mengandung cirri-ciri masyarakat Islam dalam pendidikan dan dan kebudayaannya[9] yang bersifat umum atau khusus. Dari penjelasan tersebutu diatas maka jelaslah bahawa kurikulum pendidikan islam itu diterapkan dalam kerangka masyarakat yang memiliki identitas khas dan kepribadian budayanya. Oleh karena itu kurikulum pendidikan Islam berkewajiban untuk menguatkan hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaannya dalam menentukan tujuan-tujuannya, penyusunan kurikulumnya, dan metode-metode pengajarannya.
Sedangkan tugas dari kurikulum pendidikan Islam yang berkaitan dengan social, yaitu turut serta dalam proses pemasyarakatan bagi peserta didik, penyesuaian mereka dengan masyarakat Islam dimana mereka hidup, memperoleh kebiasaan dan sikap yang baik pada masyarakatnya, serta cara berfikir dan tingkah laku yang diinginkan, cara bergaul yang sehat, sikap kerjasama dan menghargai tanggungjawab.
Inilah yang menjadi dasar utama kurikulum pendidikan islam. Dari penjelasan tersebut maka jelaslah bahwa kurikulum pendidikan islam telah mempertimbangan dalam segala aspek baik itu dalam tujuan-tujuan dan metode-metodenya.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas berikut ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Kurikulum merupakan serangkaian program pendidikan yang diperlukan dalam sebuah lembaga pendikan, baik yang nyata (the riil curriculum) maupun yang tidak nyata ( the hidden curriculum).
1.      Komponen Kurikulum itu meliputi :
a.       Tujuan kurikulum
b.      Isi
c.       Organisasi / strategi
2.      Cirri-ciri Kurikulum Islam
a.       Menonjolnya tujuan agama dan akhlaq pada berbagai tujuan-tujuan dan kandungan, metode-metode dan alat-alat yang bercorak agama.
b.      Kurikulum yang luas, menyeluruh dan memperhatikan pengembangan terhadap segala aspek pribadi pelajar
c.       keseimbangan yang relatif diantara kandungan-kandungan kurikulum dari ilmu pengetahuan dan seni, atau kegiatan pengalaman yang bermacam-macam.
d.      Keterkaitan antara kurikulum dalam pendidikan islam dengan kesediaan pelajar,minat, maupun kemampuan pelajar.
1.      Landasan Kurikulum Pendidikan Islam
a.       Agama, ilmu yang di sampaikan harus meliputi agama dan dunia
b.      Falsafah, Sistem yang mempunyai watak yang berdiri sendiri dan ciri khas yang diperoleh wujudnya dari wahyu Tuhan, bimbingan Nabi, dan peninggalan pemikiran Islam yang benar disepanjang zaman
c.       Psikologis, yang membantu perkembangan peserta didik yang sesuai dengan kematangan dan bakat
d.      Sosiologis, turut serta dalam proses pemasyarakatan peserta didik, penyesuaian mereka dengan masyarakat Islam dimana mereka hidup

 

DAFTAR PUSTAKA

1.       Nata, Abuddin Nata,MA, filsafat pendidikan islam 1, Jakarta : Logos Wacana Ilmu,1997,
2.      Al-jumbulati Ali, Abdul futuh At-tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta:PT. RINEKA CIPTA,
3.      Syar’I Ahmad, filsafat Pendidikan Islam, Jakarata : Pustaka Firdaus,2005
4.      Nizar Samsul,filsafat pendidikan islam, Jakarta:Ciputat Press,2002
5.      Naim Ngainun,  rekontruksi pendidikan nasional {membangun paradigma yang mencerahkan} yogyakrta: TERAS, Yogyakarta.




[1] H. Ahmad Syar’I M.pd. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, hlm 49
[2] A.Fatah Yasin,Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, UIN Malang Press,Malang, Cet I,2008, hal.120
[3] H. Ahmad Syar’I, M.pd. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, hlm. 50

[4] Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, hal 478
[5] Ibid, hal 480
[6] H. Ahmad Syar’I, M.pd. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus. Hal 51
[7] Dr. Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani. Hal 481-483
[8] H. Ahmad Syar’I, M.pd. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus,hlm.52
[9] H. Ahmad Syar’I, M.pd. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus,hlm. 52
»» BACA SELANJUTNYA...