Sebagian orang menuduh bahwa KH
Sirojuddin Abbas adalah pembohong atau membuat fitnah. Ini dapat dinukil
dari tulisan-tulisan puak salafi-wahabi. Akan tetapi, apakah banyak
orang tahu siapakah KH Sirojuddin Abbas ini? Latar belakang beliau serta
perjalanan dakwah beliau? oleh itu, ana akan memaparkan sekilas biodata
beliau yang ana nukil dari Ensiklopedi Ulama Nusantara yang disusun
oleh H. M. Bibit Suprapto.
Di kalangan ulama Indonesia, nama kiai Haji Sirojuddin Abbas sudah bukan nama asing lagi. Ulama ini terkenal seorang muallif
kitab yang cukup produktif walau tidak sampai berjumlah puluhan buah.
Sebagai seorang muallif kitab, Kiai Sirojuddin Abbas justru lebih banyak
dikenal orang melalui karya-karya ilmiah keislaman yang disusunnya
daripada bertemu langsung wajhan bi wajhin dengan orangnya.
Pikiran-pikiran
keagamaan K. Sirojuddin Abbas banyak diikuti orang, baik yang
menyangkut segi-segi akidah maupun syariah. Kitab-kitab karya ulama ini
bukan saja dibaca oleh kelompok kecil di kalangan masyarakat Minangkabau
di mana ia dilahirkan, bukan pula hanya oleh warga Persatuan Tarbiyah
Islamiyah (Perti) yang pernah dipimpinnya, tetapi juga tersebar luas di
kalangan umat Islam. Bisa dikatakan, orang Islam Indonesia, khususnya
kelompok tradisional, menyatakan Kiai Sirojuddin sebagai pembela mazhab
Syafi'i di Indonesia yang argumentatif dan menguasai bidangnya lewat
kitab-kitab yang disusunnya. Kalangan tradisional di Indonesia, termasuk
di dalamnya Nahdlatul Ulama, mengakui kealiman ulama ini. Ini terbukti
dari banyaknya warga NU yang membaca karya-karya K. Sirojuddin Abbas,
terutama warga NU dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
Kelebihan
lain K. Sirojuddin Abbas, selain seorang ulama muallif, adalah sangat
gigih mempertahankan mazhab Ahlussunnah wal Jamaah, khususnya mazhab
Syafi'i dalam bidang ilmu fikih. Pembelaan ini relevan sekali dengan
kondisi Indonesia dan Asia Tenggara yang mayoritas penganut mazhab
Syafi'i dalam ibadahnya. Dengan pembelaannya yang gigih dan
argumentatif, banyak kalangan modernis yang menyebutnya terlalu kaku
dan apriori terhadap paham lain, khususnya paham-paham baru.
Sirojuddin
Abbas dilahirkan tanggal 5 Mei 1905 M di Bengkawas, Bukittinggi
(Sumatera Barat), putra seorang ulama besar di kawasan itu, Syekh Haji
Abbas Qadli yang lebih dikenal dengan Syekh Abbas Ladang Lawas. Sebagai
seorang putra ulama tentu saja Sirajuddin mendapatkan pendidikan
ilmu-ilmu keislaman sejak usia kanak-kanak dengan harapan kelak ia
menjadi seorang ulama penerus perjuangan ayahandanya.
Pertama kali ia belajar keagamaan kepada ayahandanya sendiri, kemudian
meneruskan mengaji kepada ulama-ulama lain di kawasan Minangkabau. Sejak
umur 7 hingga 9 tahun (1912-1924) ia menjelajahi beberapa pondok
pesantren (surau) di ranah Minang untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman.
Masih belum puas juga dengan ilmu yang didapatkan dari ulama-ulama
tanah air, ia memperdalam ilmunya dengan pergi merantau di negeri
orang, ke tanah suci Mekkah. Selama enam tahunan ia belajar di Mekkah
(1927-1933) sekaligus menunaikan haji setiap tahunnya (7 kali) di
sela-sela belajarnya dan tepat pada musim haji. Di sana ia banyak
berkenalan dengan para pelajar dari kalangan melayu maupun dari belahan
dunia lainnya. Ia berteman dengan Syekh Muhammad As'ad (ulama Bone),
Haji Abdurrahman Sjihab (tokoh Al Wasliyah) dan lain-lain yang kala itu
bersama-sama belajar di Mekah, di bawah asuhan ulama-ulama terkenal baik
dari kalangan al-Jawi (Melayu) maupun dari kawasan lain.
Puas
menuntut ilmu di tanah suci Mekah, ia pulang ke kampung halamannya di
Minangkabau untuk meneruskan perjuangan ayahandanya, mengajar di
pesantren ayahandanya, walau kemudian ia lebih melebarkan sayapnya
berkiprah di dunia yang lebih luas, yakni dunia pendidikan, keagamaan,
juga dunia politik. Sebagaimana telah di ketahui, Syeikh Abbas Ladang
Lawas adalah pendiri Jam'iyah Perti (Perhimpunan Tarbiyah Islamiyah) 20
Mei 1930 bersam-sama Syeikh Sulaiman ar-Rasuli dan Syeikh Jamil Jaho
(Trio Pendiri Perti). Sebagai putra pendiri organisasi Islam ini wajar
sekali apabila Kiai Sirajuddin Abbas meneruskan perjuangan mereka,
bahkan sempat tampil sebagai Ketua Umum Perti (1935). Jabatan ini di
pertahankan terus sampai Perti menjadi sebuah partai politik (Partai
Islam Perti) 1951. Ia pernah pula menjadi anggota parlemen mewakili
Perti dan pernah menjabat Menteri Negara mewakili partainya. Jabatan ini
dipegangnya hingga awal Orde Baru, ketika menjadi perpecahan dalam
tubuh partai Perti, karena sebagian Pengurus Pusat Perti termasuk KH.
Sirajuddin Abbas dianggap terlalu dekat dengan kelompok kiri.
Kiai
Sirajuddin Abbas termasuk ulama Syafi'iyah yang sangat kukuh
melestarikan dan mengembangkan mazhab Syafi'i, baik melalui jalur
pendidikan, keagamaan maupun jalur politik. Setelah diproklamirkannya
kemerdekaan Indonesia, berdirilah partai-partai politik di Indonesia
dengan berbagai asas dan landasannya. Begitu pula Perti, yang asalnya
merupakan jam'iyah diniyah sebagaimana Nahdlatul Ulama menjelma menjadi
sebuah partai politik tersendiri tanpa bergabung dengan Masyumi dengan
nama Partai Islam Perti berlambangkan masjid dan bintang. Partai ini
tetap mencantumkan Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah sebagai asas partainya
dengan mengikuti mazhab Syafi'i.
Kiai
Sirajuddin Abbas meneruskan perjuangan generasi pendiri organisasi itu
dengan tetap pada prinsip semula. Ia mengubah perjuangan Perti tidak
saja dalam dunia sosial pendidikan dan kebudayaan tetapi juga bidang
politik. Partai Islam Perti terhitung partai keci. Tetapi dibawah
kepemimpinan Kiai Sirajuddin Abbas, partai ini tetap eksis dan
diperhitungkan oleh kelompok Islam lainnya. Bahkan bersama NU dan PSII
(minus masyumi), Perti berhasil mendirikan Liga Muslim dengan
tokoh-tokohnya Kiai Wahid Hasyim, Kiai Sirajuddin Abbas dan Abi Kusno
Cokrosuyoso (1952), tetapi liga ini tidak dapat berjalan secara efektif
dan akhirnya pudar.
Sebagai
seorang ulama dan politisi, KH Sirajuddin Abbas memiliki banyak
pengalaman di bidang politik maupun keagamaan. Ia banyak berkunjung ke
berbagai negara asing, baik melalui kunjungan resmi (kenegaraan) sebagai
anggota lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) maupun kunjungan
kerja lain dalam missi keagamaan. Di antara negara yang pernah
dikunjunginya antara lain Arab Saudi, Mesir, Yaman, Libanon, Syiria,
Irak, Iran, Pakistan, Kazakstan, Turkistan, Turkmenia, Sin Kiang,
Aljazair, dan Maroko. Mustahil apabila tokoh ini tidak memiliki
pengalaman yang cukup di bidang politik maupun kemasyarakatan. Karena
kedekatannya dengan tokoh-tokoh politik kiri, yang tentunya demi
kepentingan politiknya dan eksistensinya Perti sebagai partai kecil,
maka ia sering dicap sebagai sel dari PKI dan kelompok kiri lainnya.
Walaupun
KH Sirajuddin Abbas banyak terlibat dalam kegiatan praktis, tetapi ia
tidak pernah melupakan kegiatan keagamaan. Semasa menjadi partai
politik, Perti juga tetap menangani masalah keagamaan, sosial dan
pendidikan, sebagaimana peran yang diambil oleh Nahdlatul Ulama. Memang
kedua organisasi ini termasuk kelompok organisasi Islam tradisional di
samping Al Wasliyah, Nahdlatul Wathan dan beberapa organisasi Islam
berskala lokal.
KH
Sirajuddin Abbas tercatat sebagai ulama terkemuka bukan lantaran pondok
pesantren yang dipimpinnya, bukan karena ia seorang orator yang memukau
publiknya,bukan pula karena ia tokoh partai politik Islam atau
politisi. KH Sirajuddin Abbas dikategorikan sebagai ulama besar karena
ia seorang ulama muallif (pengarang) yang bukunya dipergunakan sebagai
rujukan berbagai pihak dari kalangan ulama Islam dalam mempelajari ilmu
keislaman khususnya Ahli Sunnah wal Jamaah dan mazhab Syafi'i. Bayangkan
saja, tokoh-tokoh ulama, cendekiawan sampai mahasiswa dan pelajar dari
kalangan Nahdlatul Ulama (sebagai organisasi Islam terbesar di
Indonesia) banyak mengikuti pendapat KH Sirajuddin Abbas yang ditulis
dalam buku-bukunya. Mereka mengikuti pemikiran KH Sirajuddin Abbas tanpa
memandangnya sebagai pemimpin organisasi Islam yang kecil semacam
Perti, tetapi semata-mata karena keulamaannya.
Di
antara karya ilmiah KH Sirajuddin Abbas yang banyak dibaca orang adalah
I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah yang mengupas tentang firqah-firqah
faham dalam bidang akidah keislaman yang 73 aliran. Di antara yang
paling tepat adalah Ahlussunnah wal Jama'ah. Begitu pula kitab 40
Masalah Agama (4 jilid) banyak mengupas persoalan-persoalan fikih yang
dibahasnya secara argumentatif menurut faham mazhab Syafi'i. Kitab ini
banyak dipergunakan di masyarakat Islam, baik di kalangan intelektual
maupun orang awam.
Sebahagian
karya ilmiah KH Sirajuddin Abbas ditulis dalam bahasa Arab sebagian
lagi dalam bahasa Indonesia. Kitab-kitab kuning berbahasa Arab yang
ditulis KH Sirajuddin Abbas adalah:
~ Siraj al-Munir, berisi fikih Syafi'i terdiri 2 jilid.
~ Jawahir Ilm an-Nafs, berisi ilmu jiwa ditinjau dari ajaran Islam.
~
Siraj al-Bayan fi Fihrasati Ayat al-Qur'an, berisi tentang pembahasan
ayat-ayat Al-Qur'an untuk memudahkan orang mempelajari kitab suci itu.
~ Bidayah al-Balaghah, tentang ilmu balaghah dan bayan (retorika).
~ Khulashah Tarikh al-Islam, tentang sejarah Islam.
~ Ta'limul Insya'.
Karya-karyanya dalam bahasa Indonesia antara lain:
~ I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah
~ 40 Masalah Agama, terdiri 4 jilid besar.
~
Thabaqatus Syafi'iyah, yang berisi untaian ulama-ulama Syafi'iyah dari
zaman ke zaman, termasuk sejarah singkat dan karya-karyanya.
~ Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi'i, juga pembelaan terhadap mazhab ini di Indonesia.
KH
Sirajuddin Abbas tetap berkhidmat dalam perjuangan Islam melalui
kegiatan karya ilmiah maupun kegiatan keagamaan lain yang praktis sampai
usia lanjut. Ulama ini wafat di Jakarta tanggal 27 Agustus 1980 dalam
usia 75 tahun, usia yang bisa dikatakan lanjut untuk manusia masa kini.
Walaupun ia telah wafat, tetapi pengaruhnya tetap hidup di kalangan
umat, selama karya-karyanya masih tetap dibaca oleh kaum muslimin.
Bagaimanapun juga KH Sirajuddin Abbas merupakan salah seorang ulama
pembela mazhab Syafi'i yang gigih di Indonesia walaupun banyak yang
menilai karya-karyanya lebih bersifat doktrinal dan bahkan apologis
untuk Ahlussunnah wal Jama'ah terutama dalam bidang fikih mazhab
Syafi'i.
Sumber :